Sejarah Desa
31 Januari 2017 19:18:39 WITA
JEJAK LELUHUR DESA BENGKALA
Sejarah singkat desa bengkala dari beberapa kutipan yang biasa kita jadikan acuan untuk bercerita tentang sejarah desa bengkala masa lalu itu ada dua (2) sumber yaitu: Yang pertama ada sifatnya fakta, fakta yang tidak terbantah yang berasal dari satu prasasti, yang kedua dari cerita rakyat dan yang ketiga dari beberapa peninggalan-peninggalan benda budaya baik berupa artefak maupun artefak- artefak lainnya. Kembali ke yang pertama adalah berdasarkan prasasti, yang pertama kita temukan dalam prasasti pakuan atau disebut dengan lapisan klandis yang ada di klandis desa pakisan banjar adat klandis yang tersimpan di dalam pura bale agung disana. Prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Sri Janasadhu Warmadewa masih beberapa keturunan diatas Jaya Pangus. Prasasti itu berangka tahun caka 1001 yang ke 1079 Masehi di dalam prasasti itu disebutkan bahwa wilayah yang menjadi palemahan wilayah pakuan adalah meliputi desa bengkala salah satunya meliputi desa bengkala kemudian desa sangkubuni atau sangburni disebutkan, kemudian dalam kangin yang dimaksud dalam kangin itu adalah bila tua dan sebagainya. Dalam prasasti itu juga disebutkan bahwa terdapat beberapa tindakan yang dianggap kurang adil dalam jangka waktu cukup lama, dimana masyarakat bengkala itu dikenakan pajak berganda, sedangkan masyarakat Pakuan cuma dikenakan pajak satu disamping itu juga masyarakat I Bangkala disebutkan prasasti yang dikenakan beban upacara tanggungjawab Pengempon Pura atau Perahyangan, (1) di Desa Sinabun yang sekarang dikenal pura Agung Menasa, Pura Lebah di Desa Suwug. (2) Pura puncak yang putih yang dimaksud itu adalah Pura Bukit Puncak Sinunggal dan di air tabar, air tabar itu adalah Penyusuan wilayah Julah oleh karena itu masyarakat bengkala melakukan perlawanan, sehingga pada tahun caka 1103 itu dikeluarkanlah prasasti bengkala yang ke- 1081 masehi. Dalam prasasti itu dijelaskan sekali bahwa Desa Bengkala sudah mandiri, sudah menjadi Desa swatantra mandiri yang di akui oleh Kerajaan Singamandawa yang sebagai bagian pusat dari Kerajaan di Indra Pura sejak itulah Desa Bengkala ini berpisah memisahkan bengkala yang disebut dengan prasasti I Karaman Bengkala dengan kewajiban mengempon di Pura Menasa yang keduanya itu lepas. Jadi dokumen kuat inilah bisa dipertanggungjawabkan bahwa Desa Bengkala ini sejatinya adalah Desa Tua / Desa Bali Aga karena sudah diakui sah sebagai Desa dizaman Singamandawa yaitu dengan keluarnya prasasti Bengkala yang di keluarkan oleh Sri Maharaja Haji Jaya Pangus pada Tahun 1181 masehi. Sejarah Bengkala dari beberapa kutipan fakta sejarah yang tidak bisa di pampahkan, kemudian di sumber yang ke dua adalah dari illikita Desa Tangkid jadi dulu desa tangkid itu pusat desa disana itu adalah Sang Kung yang disebut adalah Singkung, kemudian dalam iliika desa tangkid itu disebutkan bahwa masyarakat Sing Kung itu diserang oleh hama serangan semut hitam dan semut merah, penduduk yang ada di sana yang merupakan bagian dari Kerajaan Singamandawa itu lari terpecah menjadi beberapa rombongan. Oleh para punitis disebutkan semut merah dan hitam itu adalah masuknya Tentara Cihna ketika melakukan serangan di Kerajaan Singa Sari Kediri’ Prabu Kerta Negara’ yang berlabuh di pesisir utara Pulau Bali sebelum berlayar kembali ke Jawa Timur. Di dalam Desa Tangkid itu disebutkan yang dimaksud Desa Bengkala adalah penduduk yang lari ke daerah Bukit manasa, bukit manasa itu adalah Sinabun di sekitar Pura Manasa, penduduk itulah yang sekarang menjadi Desa Bengkala sedangkan rombongan-rombongan yang lain banyak ada yang keutara menjadi Desa Gunung Sekar itu daerah ( Giri Mas ), ada yang ( Tlaga Sari Jinangdalem), Sekar Melilit Pegadungan kemudian munduk tajun gobleg dan sebagiannya.
Di sinilah sisi manfaat yang bersifat positif yang mesti kita warisi sebagai keturunannya pada masa sekarang ini dalam wujud Pura (Tempat suci atau tempat-tempat yang diduga menjadi saksi dan bukti sejarah yang saat zaman sekarang ini terwujud dalam bentuk tempat suci ). Di samping itu sulit dipungkiri cerita rakyat terkadang memiliki kesamaan cerita yang diturunkan secara turun temurun kepada generasi selanjutnya. Dalam kasus seperti ini kemampuan individual sangat menentukan berhasil tidaknya transpering budaya, kita awali dari Pura Pulaki
PURA PULAKI
Kawasan pura Pulaki keberadaannya tidak bisa lepas dari masa keemasan Pantai Bali Utara sebagai jalur pedagangan tempatnya kapal-kapal berlabuh mencari sumber air tawar dalam pelayaran Jawa dan Maluku, karena zaman itu banyak mata air sungai yang bermuara ke laut ( Pura Pabelan). Pada tahun 1987 ditemukan beberapa tinggalan benda dari batu, kapak batu, dan alat-alat lainnya di sekitaran Pura Pulaki. Selanjutnya dihubungkan dengan cerita rakyat tetua Desa Bengkala ( Mithologi ) bahwa orang yang pertama datang Bengkala adalah 2 orang bersaudara dengan beberapa pengikutnya. Oleh karena ada kesalahpahaman di mana kakaknya ingin melanjutkan perjalanan ke Timur namun adiknya menolak mau menetap di Pulaki. Sebelum mereka berpisah adiknya dikutuk oleh kakaknya..
@ adiknya supaya tidak pernah bisa melihat kakaknya ( Pegat menyame )
@ kakaknya supaya tidak pernah mendapat tempat tinggal yang pasti ( sing neh nongos ) karena diserang oleh gumatat gumitit, dan di mana Saptapatalane bajeg menek tuun nah di sanalah tempat tinggalnya yang pasti.
Memang ternyata setelah itu adiknya menghilang di pralinakan dari pengamatan sekala menjadi " Wong samar " di sekitar Pura Pulaki. Selanjutnya kakaknya melanjutkan perjalanan ke Timur dan sampailah di Temukus Pura Labuan Aji sembari membawa tongkat dari pohon kwanji menuju Alas Manasa ( Pura Agung Manasa ).
PURA LABUAN AJI
Tidak ada yang tahu persis berdirinya Pura Labuan aji di desa temukus ini, namun dari arti kata bisa dipastikan dahulunya wilayah ini adalah sebuah Laguna dengan pelabuhan dagangnya. Lontar Babad Bali Radjia dan Babat Bhatara Sakti Bawu Rauh keberadaannya pura Labuan aji berhubungan langsung dengan Pura Pulaki yang berhubungan dengan kedatangan Mpu Dang Hyang Niratha dari Majapahit ke Bali. Kedatangannya dalam rangka melantik Dalem watu Renggong yang memerintah Bali 1460 - 1550 M. Namun nyatanya beliau tidak pernah datang ke Klungkung yang membuat marah dan gusar putrinya Ida ayu swabawa. Akhirnya penduduk di sekitarnya dikutuk menjadi wong samar termasuk dirinya. beliau dan penggiringnya tinggal di pohon-pohon besar yang memiliki sulur-sulur tempat bergelayut ( Megelanting ). Dan sekarang di stanakan sebagai Pura melanting.
Dikaitkan dengan cerita rakyat masyarakat Bengkala mitologi bahwa leluhur kita mencabut kayu dijadikan tongkat di Labuan aji yang selanjutnya melanjutkan perjalanan ke alas manase. Apakah leluhur kita bagian dari pengikut beliau Dang Hyang Dwijendra, atau beliau yang datang ke Bengkala kita ikuti petilasannya dalam uraian selanjutnya
Pura Agung Manasa
Desa Sinabun
Kata Manasa berasal dari kata Maklasa - watu - madrasah yang artinya hamparan batu seperti tikar klasa (Tikar ayam) yang sekarang dikenal dengan altar yaitu tempat yang diyakini sebagai pemujaan matahari yang dianggap sebagai awal asal-usul muasal wit atau leluhur. Di halaman utama awalnya hanya terdapat satu bangunan altar dan patung Ganesha sekte ganapati ( lingga Yoni di belakangnya).
Di Kahuripan di yang dipimpin oleh Airlangga selanjutnya setelah anak wungsu dewasa dinobatkan lah sebagai raja singamandawa berpusat di manasa dengan wilayah meliputi Desa Suwug, Sinabun, silangjana, Pegadungan, sunset, Bengkala pak wan dan sekitarnya raja marakata pangkaja, di personifikasi sebagai dewa matahari yang dipuja di Pura Manasa ( Prasasti Julah, Golongan 4 ) setelah beliau wafat Raja Marakata diperabukan di puncak Cemara (Penulisan) sedang anak wungsu di Panjalu Tukad Pakerisan Gunung Kawi.
Bagi masyarakat Bengkala selaku pengempon Pura Manasa tentu diyakini keberadaannya sebagai bagian dari perjalanan leluhur kita lebih tertuang dalam prasasti Bengkala bahwasanya urusan pemerintahan dan pajak untuk senantiasa berhubungan dengan manasa. Dikisahkan di Alas manasu penduduk mengalami serbuan semut merah sehingga penduduk mengungsi ke arah selatan mencari tempat yang aman dan banyak air yang sekarang dikenal dengan pura lebah dishub peristiwa pengungsian besar-besaran ini sekarang disimpulkan dengan adanya 3 (tiga) pemedal utama di Jaba Tengah ke Timur Bengkala, Barat Suwug ke Utara Sinabun.
PURA LEBAH
DESA SUWUG
Pura Lebah terletak di pedalaman di dusun Lebah Desa Suwug kecamatan Sawan. Pura ini sebagai Pura penyanding Pura Agung Manasa yang ada di Sinabun, istilah nama lebah dikaitkan dengan ily kita desa suwug disebutkan dengan nama seorang pungawa kerajaan yaitu Ki lebah yang diberikan tugas memimpin majelis Paripurna kerajaan (parkiran Kiran I Jro Makabehan, dalam prasasti Bengkala)
Desa pakraman Bengkala merupakan pengempon pura lebah diceritakan oleh para tetua desa ( Mithologi) tanpa sumber sejarah tertulis bahwa ketika penduduk karaman Bengkala pindah mengungsi besar-besaran dari manasa yang disebabkan oleh serangan semut merah, semut kali ini di tempat inilah menjadi tempat tinggal sementara dengan logika semut tidak bisa melewati daerah berair/sungai. Namun di tempat ini tidak juga bisa bertahan lama karena mendapat gangguan pula dari " Gumatat gumitit " nyamuk kalajengking dan ulat bahkan di beberapa tembok nampak ornamen hewan. Akhirnya penduduk resah dan mengungsi lagi ke arah Timur menuju tempat yang agak tinggi kering dan diduga ke pura Bantes Bengkala. Bentuk batuan pada Patra ukir dan struktur Pura hampir sama yang ada di Pura manasa pura lebah dan pura bantas.
Dari sudut mitologi lain menceritakan bahwa dulu penziarah yang seorang Putra Raja yang dari Jawa menyamar masuk ke Desa Bengkala dan masuklah melalui Pura Puseh disitu bertemu dengan masyarakat Bengkala yang sudah ada sebelumnya dan tidak terjadi komunikasi dan inilah diduga sebagai sebuah kutukan. Sri Maharaja Jaya Pangus adalah Raja Bali dari Dinasti Warmadewa yang memerintah pada 1178-1181 M. Dari Prasasti Bengkala yang belum diketahui angka pastinya disebutkan, masyarakat Desa Bengkala melakukan aksi mogok bicara dan mogok kerja sebagai perlawanan atas para petugas memungut pajak karena dianggap sewenang-wenang. Aksi warga desa itu membuat kerajaan marah. Sampai akhirnya Sang Raja mengutuk Desa Bengkala, warganya akan mengalami bisu
Dari sumber benda-benda peninggalan / cagar budaya itu ada di Pura Dalem, Pura Puseh dan Pura Bale Agung bahkan di samping prasasti Logam ditemukan prasasti Batu yang ada di sisi barat tebing Desa Bengkala disebut Batu Matahari / Bulan didalam Batu itu disebutkan bahwa dulu ada seorang pertapa / seorang bujangga itu didalam tulisannya tersebut diterjmahkan nama-nama Mpu Ari dan Mpu Siwapada itu terjadi pada tahun 1151 – 1615 masehi.
Tetapi warga setempat percaya bahwa kondisi warga kolok diakibatkan adanya kutukan masa lalu yang belum hilang. Meski demikian, warga kolok di Desa Bengkala tetap diterima dan tidak dikucilkan. Bahkan di Desa Bengkala berdiri Sekolah Luar Biasa yang khusus mengajarkan bahasa isyarat yang digunakan di desa tersebut.
Tari Janger Kolok
Meski memiliki kekurangan dalam mendengar dan berbicara, di Desa Bengkala ini punya tarian khusus yang penarinya adalah para kolok atau para tunarungu dan tunawicara. Tarian tersebut disebut Tari Janger Kolok. Bila pada umumnya penari mengikuti melodi musik dalam menarikan sebuah tarian, pada Tarian Janger Kolok ini pemusiklah yang menyesuaikan gerakan para penari yang kolok.
Layanan Mandiri
Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.
Masukkan NIK dan PIN!
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Jumlah Pengunjung |
- Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Gratis Oleh Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar
- Pelayanan Kesehatan Gratis Oleh Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar
- Riset Lapangan Oleh Mahasiswa Antropologi Budaya FIB Universitas Udayana Denpasar
- Zoom Metting Fokus Group Diskusi (FGD) II Penerapan Aku Fantasi
- Identifikasi Dan Inventarisasi Pemanfaat Teknologi Tepat Guna (TTG) Desa Bengkala
- Prolanis Desa Bengkala Bulan November 2024
- Koordinasi Rencana Sosialisasi Agen Desa Digital di Desa Bengkala